Tuesday, December 9, 2008

MENENTUKAN MOMENTUM MENIKAH

Masalah besar bagi para bujangan adalah menentukan kapan waktu yang pas untuk menikah. Memang jika kita bertanya pada orang-orang yang telah menikah maka pasti jawabannya sulit untuk didefinisikan, maksudnya alasan mereka memutuskan menikah saat itu tidak bisa dijawab secara terstruktur. Sedangkan di sisi lain banyak para bujangan yang sampai saat ini belum menikah karena terbelunggu oleh indikator-indikator yang menjadikan mereka terbelenggu tidak bisa menikah.
Jika kita melihat realita yang ada di kalangan para bujangan ada dua sisi ekstrem yang saling bertolak belakang. Sisi yang satu adalah kelompok para bujangan yang memiliki semangat menikah cukup tinggi, dalam benak mereka menikah adalah sesuatu yang indah, sesuatu yang menjanjikan kebahagian dalam hidup. Asumsi dan bayangan mereka tidaklah salah, cuman seringkali karena kurang proporsional dalam memandang pernikahan menjadikan mereka berpandangan simplikasi atas pernikahan, yang jika tidak diimbangai dengan pemahaman dan kesiapan mental yang baik akan menjadikan bahtera rumah tangga menjadi goyang karena tidak siap menghadapi suatu hal yang diluar dugaan sebelumnya. Sisi yang lain adalah kelompok para bujangan yang terlalu memandang bahwa pernikahan adalah sesuatu yang menyeramkan dan menakutkan, menikah adalah suatu pekerjaan berat. Dalam benak mereka dalam menikah dan hidup berumah tangga banyak terjadi masalah, karena itu mereka harus mempersiapkan diri secara matang agar tidak terjebak dalam masalah-masalah rumah tangga. Asumsi mereka bahwa kehidupan rumah tangga akan ada masalah adalah bukan hal yang salah, kesalahan mereka adalah terlalu menjadikan bahwa menikah adalah pekerjaan yang sulit, sehingga mendorong mereka membuat ukuran-ukuran kapan mereka harus menikah yang sulit dan lama dalam mencapainya, sehingga mereka lama tidak menikah-menikah karena merasa belum cukup bekal untuk menikah.
Sebenarnya, ada dua ukuran utama yang menjadi dasar bagi setiap pemuda Islam untuk menentukan kapan waktu dan momentum yang tepat untuk menikah supaya tidak terjebak dalam dua sisi yang ekstrem tadi. Ukuran pertama adalah ukuran usia. Usia yang paling tepat untuk menikah adalah usia 24 tahun sampai dengan 28 tahun. Dalam range usia tersebut semangat dan tekad untuk menikah dari seseorang akan mengalami titik equilibrium. Artinya pada usia-usia tersebut seseorang akan bisa berpikir secara bijak antara perasaan untuk menyegerakan menikah dan kedewasaan seseorang dalam memandang pernikahan itu. Artinya dalam range usia tersebut merupakan usia dimana seseorang memiliki semangat untuk menikah dan memiliki pandangan yang seimbang terhadap pernikahan dan kehidupan berumah tangga. Sebab begitu seseorang memasuki usia 29 sampai 35 tahun maka orang tersebut akan hilang semangat untuk menikah dan semakin jelek presepsinya terhadap menikah, idealismenya mulai luntur sehingga dalam mencari pasangan pun asal dapat dsb. Sedangkan jika usia di bawah 24 tahun maka nafsu dan semangat untuk menikah lebih dominan sehingga seringkali mengabaikan kesiapan mental dalam menghadapai persoalan hidup setelah menikah.
Ukuran kedua yang bisa dijadikan momentum seseorang menikah adalah hukum nikah yang dikenakan pada diri seseorang. Hukum nikah yang dikenakan pada diri seseorang bisa bersifat wajib, sunnah, mubah, dan haram. Seseorang wajib menikah jika dengan menikah tersebut menjadikan dia terhindar dari perbuatan dosa besar setelah segala macam cara untuk menghindari dosa besar itu tidak bisa mencegahnya dari perbuatan dosa besar maka menikah adalah wajib bagi orang tersebut. Jika ada seorang pemuda yang telah berupaya menjaga dirinya dari dosa nafsu seks (birahi) dengan cara berpuasa sunnah ternyata tetap tidak bisa menghindarikan diri dari dosa maka dia wajib untuk menikah. Tetapi yang perlu dicatat bahwa katagori wajib ini jika segala upaya telah dilakukan baru kemudian dapat disimpulkan wajib menikah bagi dirinya. Karena seringkali seseorang karena sangat kepingin nikah padahal dia masih bisa mencegah berbuat dosa dengan cara yang lain menjadikan hukum wajib menjadi salah satu alasan dia untuk menyegerakan menikah, padahal secara realita mungkin dia belum masuk katagori wajib. Karena itu jika seorang pemuda sudah berpenghasilan tetapi sering melakukan perbuatan dosa atau tidak mampu menjaga diri dari perbuatan dosa maka hukumnya wajib baginya untuk menikah. Seseorang masuk dalam kataqori sunnah dalam menikah jika secara realita dia bisa menjaga diri dari perbuatan dosa tetapi secara kondisi dia telah memiliki bekal yang cukup untuk menikah, seperti dia sudah bisa berpenghasilan dan secara umur tidak ada masalah maka akan mendatangkan kebaikan jika dia menikah segera. Dan seseorang akan masuk dalam katagori mubah jika dia mampu menjaga diri dari perbuatan dosa dan secara umur sudah cukup serta tidak ada hal-hal lain yang menjadikan perbedaan antara menyegerakan atau menunda menikah maka dia masuk dalam katogori mubah. Dan seseorang bisa masuk dalam katagori haram untuk menikah jika menikahnya dia akan membawa keburukan baik bagi dirinya maupun orang yang akan dinikahi.
Jadi dengan mengukur berapa umur anda sekrang saat ini dan bagaimana kondisi anda saat ini apakah termasuk katagori wajib, sunnah, mubah bahkan haram untuk menikah akan dapat menentukan kapan momentum yang tepat untuk melaksankan pernikahan. Setiap orang memiliki kondisi yang berbeda-beda, tetapi dengan ukuran umur dan sebab-sebab jatuhnya hukum menikah bagi seseorang akan bisa mengukur kapan momentum yang tepat untuk menikah, jika masuk dalam katagori wajib maka saat ini juga anda harus segera menikah, jika dalam kataqori sunnah maka janganlah menunda terlalu lama, jika masuk dalam katagori mubah maka anda dapat menunda beberapa lama sampai anda masuk dalam katagori sunnah dan wajib. Dan jika anda masuk katagori haram maka jangan anda lakukan pernikahan itu. Jadi kapan momentum menikah itu akan anda tentukan...?

3 comments:

Anonymous said...

Assalammu'alaikum Wr Wb
Nice thinking
Buat dong tulisan yang membedakan antara bujangan dan orang yang sudah menikah, jadi saya bisa membagikan ke teman saya yang masih bujang

Anonymous said...

aAssalamualikum,..
Aq seorng ikhwan, yang terjebak terhadap pacaran.. setiap ketemu pasti tidak terhidarkan dari yang namanya maksiat, baik sekedar pegangan tangan atau ciuman,.. umurku 25 thn tp masih kuliah. penghasilanku +- 1juta/Bulan.
apakah aku di kategorikan wajib menikah... mo nikah merasa belum siap untk mengadakan resepsi yang layak,.. dan bagaimana meyakinkan diri sendiri kalo dia adalah yang terbaik buat istri saya.. saya sadar karena jalan pertamanya aja saya dah salah langkah yaitu melakukan pacaran,... trimakasih

NOVEN FAMILY said...

Menurut pendapat saya dengan mempertimbangkan kondisi real yang mas hadapai yaitu :
1. sudah mendekati dan bahkan sudah melakukan zina
2. sudah punya penghasilan
maka menurut saya mas udah wajib untuk menikah. Saya rasa penundaan dan keengganan mas untuk menikah itu hanya masalah ketakutan mas. Tapi takut mana mas menghadapai api neraka dengan takut tidak mampu menghidupi istri...? yang perlu mas pahami bahwa Allah itu memberikan rezki pada setiap mahluknya, tidak ada satupun mahkluk ALlah yang tidak mendapatkan rizki-Nya. Coba tengok ular yang tidak punya tangan dan kaki saja bisa dapat makan, semut yang kecil seperti aja bisa hiddup, coba tengok tukang becak sekitar mas, mereka bisa menghidupi istri dan anaknya hanya dengan jadi tukang becak.Mas ini khan sarjan/calon sarjana, punya ilmu, dan badan yang lengkap, saya yakin insyaallah bisa akan mendapatkan rizki yang lebih dari seorang tukang becak, ketakutan mas itu adalah godaan syetan yang ingin menjebak mas dalam dunia maksiat.....jadi takutlah pada Allah, dan yakinlah Allah akan memberikan rizki pada hambanya. Ada sebuah hadist yang menerangkan bahwa salah satu diantara tiga kelompok org ynag pasti dapat pertolongan Allah yaitu orag yang menuntut ilmu, orang yang berjihad, dan pemuda yg ingin menikah, jadi yakinlah Allah pasti menolong mas....